Sungguh mengharukan kisah cinta dari salah satu pahlawan revolusi ini. Sosok gadis berambut hitam ikal, bermata besar itu tak bisa hilang dari benak Czi Pierre Tendean. Iya, namanya Rukmini, putri sulung keluarga Chaimin di Medan.
Awalnya
Pierre di kenalkan kawan-kawannya pada gadis
ini. Dan
ada getaran di hati
mereka berdua. Pertemuan pertama kemudian disusul pertemuan lanjutan.
Saat itu Pierre menjabat Komandan Peleton Zeni di Kodam II
Sumatera Utara. Baru saja mau menjalin hubungan serius, Pierre dapat tugas baru
mengikuti pendidikan intelijen di Bogor. Sebagai tentara profesional, dia harus
meninggalkan Medan dan gadis pujaannya.
Dari sejak menempuh
pendidikan di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD), Pierre Tendean sebenarnya
sudah jadi idola para wanita. Sampai-sampai digelari Robert Wagner dari
Panorama. Demikian ditulis Dinas Sejarah TNI.
Sudah
tak terhitung gadis yang
mau menjalin asmara dengannya. Namun Pierre bukan tipe playboy yang modal
ganteng lalu senang gonta-ganti pacar. "Dia tak mau menggunakan kelebihan
fisiknya,
itu pengakuan Rooswidiati, adik
bungsu Pierre Tendean dalam buku Kunang-Kunang Kebenaran di Langit Malam.
Dan
baru Rukmini yang benar-benar telah mencuri hati Letnan Tendean. Apa
yang membuat Pierre Tendean jatuh hati dengan gadis ini?
Letnan Pierre sangat
tertarik dengan kehalusan dan kelemahlembutan
gadis itu. Dari hari ke hari pergaulan mereka bertambah akrab. Penugasan Pierre Tendean ke medan
tugas di perbatasan Malaysia yang penuh bahaya tak menyurutkan kisah cinta
mereka. Hubungan LDR alias jarak jauh ini berjalan terus.
Saat menjabat sebagai
ajudan Jenderal Nasution, Pierre Tendean memantapkan niatnya untuk melamar
Rukmini. Dia menulis surat ke keluarganya, minta doa restu untuk menikah.
Saat mendampingi
Nasution bertugas ke Medan tanggal 31 Juli 1965, Letnan Tendean menemui calon
mertuanya. Dia melamar Rukmini secara resmi. Hari pernikahan disepakati bulan
November tahun yang sama. Dan itulah terakhir kalinya Pierre dan Rukmini bertemu.
Ada yang menyebut saat
lepas piket tanggal 30 September sore, Pierre sempat melihat-lihat paviliun
yang dikontrakkan di sekitar Menteng, Jakarta Pusat. Rencananya paviliun itulah
yang akan ditempatinya ketika sudah menikah. Letaknya dicari yang tak terlalu
jauh dari kediaman Jenderal AH Nasution. Maklum, tugasnya sebagai ajudan harus
selalu melekat dengan atasan.
Namun cinta tak sampai
berujung pernikahan. Pierre tewas di tangan komplotan Letkol Untung. Padahal
dua bulan lagi dia akan jadi pengantin. Sungguh mengharukan. Semoga amal
baik pahlawan kita ini mendapatkan tempat terbaik di sisiNYA.
No comments:
Write komentar